Sabtu, 03 Januari 2009

Ritual Maeso Syuroan Digelar di Tengah Guyuran Abu Semeru

Senin, 29/12/2008 18:53 WIB
Ritual Maeso Syuroan Digelar di Tengah Guyuran Abu Semeru
Harry Purwanto - detikSurabaya



Lumajang - Sudah sebulan terakhir ini Gunung Semeru memuntahkan abu. Wilayah Lumajang dan sekitarnya termasuk hingga di Malang pun terkena imbas, hujan abu.

Bahkan ritual Syuroan yang digelar warga Desa Sumber Mujur Kecamatan Candipuro, Lumajang digelar dengan kondisi ditengah hujan abu.

Namun hujan abu yang begitu deras ini tak mempengaruhi warga yang melaksankan Ritual Maeso Syuroan atau ruwat Gunung Semeru.

Pantauan detiksurabaya.com, Senin (29/12/2008), di Desa Sumber Mujur, abu Gunung Semeru menyelimuti genteng rumah warga, jalanan dan tanaman pertanian warga.

Menurut Yusman Kepala Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) Wilayah II Lumajang-Malang, daerah yang menjadi korban hujan abu ini tergantung arah mata angin.

"Status Semeru masih waspada," kata Yusman saat menghadiri ritual Maeso Syuro di Desa Sumber Mujur.

Hujan abu Semeru yang begitu deras ke arah Lumajang, menurut Yusman pihaknya akan melakukan koordinasi dengan pihak Vulkanologi Bandung. "Besok saya ada rapat koordinasi terkait hujan abu yang begitu deras ini," jelas Yusman.

Di tempat yang sama Kepala Desa Sumber Mujur Syafeii menyatakan hujan abu di Sumber Mujur sudah berlangsung satu bulanan.

Meskipun hujan abu menguyur warga tetap menjalankan aktivitasnya seperti biasa,
tapi menggunkan caping atau topi terbuat dari anyaman bambu. "Hujan abu yang paling
parah sekarang ini," kata Syafeii.
(gik/gik)

Syuroan, Warga Lereng Gunung Semeru Tanam Kepala Sapi

Senin, 29/12/2008 18:02 WIB
Syuroan, Warga Lereng Gunung Semeru Tanam Kepala Sapi
Harry Purwanto - detikSurabaya


Warga arak sesaji/Harry P

Lumajang - Warga lereng Gunung Semeru memiliki tradisi unik saat 1 Muharram atau 1 Syuro. Salah satunya warga Desa Sumber Mujur, Kecamatan Candipuro, Lumajang. Mereka menanam kepala sapi di hutan bambu tepatnya di Sumber Air Deling sebagai persembahan bagi para leluhur.

Ritual ini bertujuan agar terhindar dari segala musibah, terutama dari bencana Gunung Semeru. Tradisi itu sering disebut dengan ritual Maeso Syuroan atau Ruat Semeru.

Pantauan detiksurabaya.com, Senin (29/12/2008), sebelum melakukan ritual di hutan bambu di Sumber Air Deling, 3 tumpeng dari hasil bumi beserta kepala sapi diarak keliling desa dengan disertai iring-iringan gemelan dan kesenian Reog.

Setelah puas keliling desa, tumpeng dan kepala sapi kemudian dibawa ke hutan bambu, yang bertempat di bawah lereng Gunung Semeru. Setibanya di hutan bambu, sesaji kemudian diletakkan di atas sumber mata air kehidupan.

Sebelum kepala sapi di tanam, sesepuh desa Mbah Tirto memanjatka doa dan membaca mantra, meminta agar semua warga diberi keselamatan. Setelah membaca mantra, tumpeng diceburkan ke sumber mata air.

"Warga di sini gelar suroan dan sesajen untuk penunggu Semeru, biar diberikan keselamatan dan hasil pertanian melimpah," kata Mbah Tirto kepada detiksurabaya.com di lokasi ritual selesai memanjatkan doa.

Menurut Mbah Tirto, hal ini dimaksudkan sebagai persembahan bagi penunggu Semeru yang berada di sumber mata air yang berwujud Uling Putih seperti Ular. Sebab sumber mata air itu sebagai pertanda meletus atau tidaknya Gunung Semeru.

"Jika sumber mata air itu berubah warna putih dan bau belerang, maka Semeru akan meletus," ungkap Mbah Tirto.

Selain sebagai pertanda meletusnya Semeru, sumber air tersebut bisa digunakan untuk mengairi sawah yang berada di 4 desa.

Acara tersebut menjadi tontonan dan menyedot pengunjung yang sedang berlibur baik wisatawan mancanegara dan warga desa sekitarnya. Selain menyaksikan prosesi ritual, pengunjung juga bisa berinteraksi dengan kera-kera dan kelelawar yang berada di hutan bambu tersebut.(fat/fat)

Cuaca di Semeru Buruk, Pendaki Dibatasi Sampai Kali Mati

Selasa, 30/12/2008 10:36 WIB
Cuaca di Semeru Buruk, Pendaki Dibatasi Sampai Kali Mati
Harry Purwanto - detikSurabaya


Puncak Semeru/dephut
Lumajang - Balai Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) membatasi para pendaki yang akan menuju puncak Gunung Semeru sampai di Kali Mati. Hal ini disebabkan cuaca di kawah Joggring Saloko dan jalur pendakian kurang mendukung.

"Di puncak letusan vulkanik masih besar dan angin juga besar. Bisa menyebabkan badai," kata Jusman Kepala TNBTS Wilayah II Malang-Lumajang kepada detiksurabaya.com, Selasa (30/12/2008).

Kepada para pendaki yang tetap nekat mendaki Jusamn meminta mereka untuk mengenakan masker penutup hidung dan mulur. Alasannya abu vulkanik sangat berbahaya bagi kesehatan.

Para pendaki juga diharapkan mematuhi aturan pendakian demi keselamatan. "Pokoknya pendakian sampai di Kali Mati, Jika tetap memaksa mendaki sampai ke puncak, kami tidak akan bertanggung jawab," jelas Jusman.

Selain karena kondisi alam yang masih berbahaya, Yusman juga menjelaskan pendakian sampai di Kali Mati untuk menjaga ekossitem di jalur pendakian akibat guyuran hujan abu yang begitu besar.

"Dibutuhkan waktu recovery ekosistem biar bisa normal kembali," ungkap Jusman.


Hujan Abu Meluas

Sementara guyuran hujan abu yang terjadi sebulan terakhir ini meluas hingga ke sebagian wilayah Jember bagian barat. Daerah yang merasakan guyuran hujan abu vulkanik Gunung Semeru yakni, Kecamatan Sumber Baru dan Tanggul.

Kepala harian Satlak Penanggulangan Bencana Pemkab Lumajang Wisu Wasono Adi saat dihubungi detiksurabaya.com, Selasa (30/12/2008) mengatakan, hujan abu yang terasa di sebagian wilayah Jember dimungkinkan karena hembusan angin yang begitu kuat ke arah timur.

"Jadi jangan heran jika hujan abu menguyur di sebagian wilayah Jember," jelasnya.(bdh/bdh)